Senin, 12 Februari 2018

sarah dan mega kolon operasi kedua

Ahad, 4 April 2010. Sarah masuk rumah sakit Ulin sore jam 16.00. Sarah di tes lab, bertemu dokter anastesi, dan mulai berpuasa pada pukul 24.00 nanti malam. Saat ini Sarah sudah berumur 6 bulan 7 hari, berat badan Sarah 7 kg. Senin, 5 April 2010. Persiapan operasi sudah dilakukan sejak jam 08.00. Jam 09.00 Sarah masuk ruang operasi, untuk kali ini saya dan suami sudah tidak dapat menahan tangis, kebersamaan dan tingkah polah Sarah selama 6 bulan ini membuat indah hari-hari kami. Hanya doa dan harapan agar operasi yang berjalan 3 jam itu berhasil dengan baik tanpa efek samping apapun. Menunggu selama 3 jam sungguh terasa seperti 1 hari penuh. Tepat ketika azan Zuhur, Sarah keluar dari ruang operasi, kami dipanggil perawat untuk menemui Sarah di ruang PICU (dalam ruang ICU tapi khusus bayi). Meledaklah tangis saya melihat tubuh mungil itu bergerak seperti robot karena masih dalam pengaruh obat biusnya, rintihan kecilnya yang patah-patah, dan ....tak kuasa melihat perban yang masih membungkus jahitan yang memanjang horizontal membelah ¾ bagian perutnya. astagfirullahala’adzim, tanpa kata-kata lain, hanya kalimat itu dan air mata yang mengalir sambil saya sendiri memegang bagian perut saya merasakan sakitnnya. Melihat ke arah Sarah pun masih belum tega, saya hanya bersembunyi di belakang tubuh suami. Perlahan saya beranikan diri mendekati Sarah yang masih “diurus” perawat. Sarah dipasang infus, NGT, kabel-kabel deteksi jantung, respirasi, dan lain-lain, bahkan Sarah sempat dipasang oksigen. Saya lihat dan telusuri lagi bagian tubuhnya yang lain, ternyata ada selang yang terjahit di pantat untuk saluran kontrol BABnya. Sarah tetap akan berpuasa lagi.... Perawat lalu memberikan bungkusan berisi potongan usus yang rusak dan usus buntu Sarah yang juga turut dipotong. Masih tanda tanya kenapa usus buntu Sarah dipotong ? Hari ini Sarah juga diberi antibiotik, namun tidak cocok, akhirnya dokter mengganti antibiotiknya. Malam hari di ruang PICU, hanya Sarah saja pasien di sini, alhamdulillah gak banyak anak yang sakit... Sejauh ini keadaan Sarah masih belum stabil, karena Sarah muntah hijau, antibiotik juga belum diberikan karena sudah 2 jenis yang dicoba namun belum cocok. Tengah malam, ada anak kecil umur 5 tahun menghuni bangsal di samping Sarah, korban kecelakaan ketika menyebrang jalan, anak ini telah dioperasi bagian kepala, keadaannya parah. Hati saya semakin tak karuan, semoga Allah menyembuhkan Sarah dan anak ini. Amin. Selasa, 6 April 2010. Sarah menarik selang NGT, sehingga terlepas (padahal selang itu masuk lewat hidung panjang sekali) Menunggu visite dokter karena antibiotikk yang ketiga juga tidak cocok, semoga tidak ada infeksi atau apapun... Saat visite dokter : Dokter menjelaskan bahwa usus yang sempit lumayan panjang, sedangkan usus buntunya sengaja dipotong agar suatu saat nanti, Sarah tidak lagi bermasalah dengan usus buntu sehingga tidak ada lagi operasi2an...kasian....dan usus buntu itu sebenarnya juga fungsinya tidak terlalu penting sehingga jika tidak ada pun maka tidak akan menimbulkan efek apa-apa. Untuk antibiotik, sebenarnya dokter memberikan jenis antibiotik yang sama dengan antibiotik ketika operasi pertama. Akhirnya dokter bedah meminta dokter anak untuk visite Sarah jika antibiotik yang diberikan terakhir ini tidak cocok. Benarlah, ternyata memang tidak cocok... Sore hari, dokter anak visite, dan Alhamdulillah antibiotik cocok ditubuh Sarah.

Senin, 29 April 2013

Sarah dan mega kolon

SITI SARAH SALSABILA. Lahir hari Senin, tanggal 28 September 2009,melalui operasi secio cesar di rumah sakit Mutiara Bunda Martapura, pukul 07.00 Wita.dengan berat 3,1 kg dan panjang 50 cm. Beberapa jam setelah lahir, Sarah mengalami muntah setelah diberi susu formula (karena kondisi fisik saya yang masih lemah dan harus tranfusi darah 2 kantong sehingga tidak mampu melakukan inisiasi dini). Oleh dokter anak, kondisi tersebut dalam pemantauan serius, apalagi setelah dalam waktu 24 jam Sarah tidak mengeluarkan fasesnya yang pertama (mekonium) yang berwarna hitam dan perut Sarah juga kelihatan kembung. Saat itu Sarah tidak tidur bersama saya, tetapi di ruang khusus observasi. Selasa, 29 September 2009, Sarah sudah mau BAB, tetapi diawali dengan colok dubur oleh dokter. Melihat kondisi Sarah yang masih kembung, dan badan Sarah yang mulai kuning, kemudian di inkubatornya Sarah disinari lampu yang berwarna biru (saya lupa namanya) dan mata Sarah ditutup dengan kain berbentuk kacamata yang berwarna hitam, Sarah juga dipasang NGT dan infus. Hari itu Sarah mulai menjalani tes laboratorium, kemudian Sarah menjalani puasa dan hanya boleh diberi minum 1 ml (satu pipet) setiap 4 jam (kalo tidak salah.) saya mulai bertanya tentang keberadaan Sarah kepada suami karena saya masih tranfusi sehingga tidak bisa bangun (pusing dan berputar) dan suami selalu menjawab : Sarahnya masih diperiksa dokter karena perutnya kembung. Rabu, 30 September 2009, Sarah masih dalam ruang observasi, kondisi Sarah masih kuning karena kadar bilirubin yang meningkat, kembung di perutnya mulai sedikit berkurang, dan jadwal puasa Sarah ditambah menjadi 6 jam. Sarah juga sudah BAB tapi muncrat. Saya bertanya lagi pada suami : mana Sarah ? kok tidak tidur dengan ummi ? Ada apa dengan Sarah?, tetap saja suami menjawab : Sarah masih di ruang bayi, masih diperiksa dokter. Hati saya cemas, kenapa, ada apa, kenapa setiap orang setelah menjenguk Sarah, lalu menjenguk saya dan menahan air mata ? Kenapa suami semakin memanjangkan sujudnya setiap sholat ? Apa yang semua orang rahasiakan dari saya? Kenapa Sarah harus puasa ? walopun itu adalah ASI tetap gak boleh diberikan ? Padahal ini kan kolestrum yang harus Sarah minum. Kamis, 1 Oktober 2009, Sarah dibawa rontgen ke rumah sakit Ratu Zaleha Martapura didampingi abi dan perawat. Hari ini suami menjelaskan kondisi Sarah yang sebenarnya bahwa Sarah mengalami gangguan pada bagian usus. Hari ini saya udah boleh jalan, karena keinginan bertemu Sarah sudah sangat hebat, saya nekat naik ke lantai 2. Hati ibu mana yang gak menangis melihat anaknya kehausan, dan matanya ditutup dengan kain hitam, dan kondisi badan yang kuning. Jum’at, 2 Oktober 2009, Saya boleh pulang, tapi Sarah tetap harus tinggal di rumah sakit. Sedih sekali, tapi ini harus dilakukan. Dengan membawa hasil rontgen yang baru keluar, kami menemui dokter anak yang menangani Sarah. Penjelasan dokter : ada bagian usus Sarah yang menyempit sehingga Sarah sulit untuk BAB, kalo pun bisa BAB maka BAB nya muncrat. Kejadian ini biasa disebut suspect megacolon. Biasanya tindakan yang dilakukan adalah dengan memotong usus yang menyempit. Untuk lebih jelasnya, Sarah akan dirujuk ke dokter Bedah Anak di rumah sakit Siaga Banjarmasin. Sabtu, 3 Oktober 2009. Masih dalam kebingungan dan tidak mengerti, mencoba mencari tau lewat internet tentang kelainan itu. Hari ini Sarah boleh disusui ASI, jadilah saya bolak balik rumah-rumah sakit untuk menyusui. Ahad, 4 Oktober 2009.Sarah boleh dibawa pulang, (setelah pemeriksaan lab lagi) walo dengan badan yang masih kuning namun kadarnya sudah menurun dan dokter mengajarkan cara colok dubur jika Sarah tidak bisa BAB. Maka pulanglah kami dengan membawa surat rujukan ke dokter bedah anak. Di rumah : Ahad malam : Sarah bisa BAB tetapi masih muncrat, perutnya mulai kembung lagi. Senin, 5 Oktober 2009. Setelah 1 minggu, baru ini Sarah dimandikan lagi oleh bidan. Hari ini kerjaan Sarah adalah tidur seharian. Sore hari jam 17.00: Kami memutuskan membawa Sarah ke dokter bedah sesuai rujukan. Malam hari : di rumah sakit Siaga di ruang dokter bedah anak : Sarah diperiksa, hasil rontgen dibaca , dokter menjelaskan : Sarah mengalami suspect megacolon, atau Hirschsprung deseas, yaitu kelainan pada usus karena ada bagian usus yang sarafnya tidak ada, kalo pun ada, sarafnya lemah sehingga kurang berfungsi dengan baik. Bagian usus yang sarafnya lemah ini harus dipotong, agar Sarah bisa mengeluarkan BAB. Pemotongan baru bisa dilakukan paling cepat ketika Sarah berusia 6 bulan, dan berat badan Sarah harus > 5-6 kg. karena proses operasi berjalan selama 3 jam, sedangkan bayi di bawah 6 bulan hanya mampu bertahan di meja operasi dengan pembiusan selama 1 jam. Untuk itu selama 6 bulan ini (menunggu operasi pemotongan), agar Sarah BAB normal, maka dilakukan operasi kolostomi, yaitu membuat anus buatan pada bagian dinding perut sebelah kiri. Operasi harus dilakukan SEGERA, karena jika terlambat kemungkinannya adalah bayi akan sulit BAB, kondisi tubuh memburuk sehingga bisa mengakibatkan kematian. Hirschsprung Deseas dapat terjadi pada 1: 5000 kelahiran, dan lebih sering terjadi pada bayi laki-laki dengan berat badan >3 kg. Maha Kuasa Allah, Dia istimewa kan Sarah untuk menerima cobaan itu. Malam itu juga Jam 23.00 Wita (jam sebelas malam) Sarah kami bawa ke ruang IGD rumah sakit Ulin Banjarmasin setelah mendapat rujukan dari dokter bedah, dan penjelasan serta pertimbangan biaya yang beliau sarankan mengingat status saya sebagai PNS. Dari jam 23.00 malam – 02.00 malam (3 jam) Sarah baru bisa dipasang infus karena kondisi badannya yang kuning. Saat infus terpasang, Sarah sudah kelelahan setelah menangis 3 jam membelah malam, saya hanya berdiri bersandar pada tembok, menangis sedih merasakan sakitnya badan sekecil itu ditusuk2 berkali-kali selama 3 jam hanya untuk mencari urat yang bisa dipasang infus. Akhirnya tertidurlah Sarah dipangkuan saya dengan tangan yang di infus, dan kemudian kami mengantarnya ke ruang NICU dan masuk dalam inkubator lagi. Malam itu, pukul 03.00 malam, kembali saya berpisah dengan Sarah. Tanpa air mata lagi karena saya yakin, jika saya kuat, maka Sarah pun juga kuat, sehingga sedapat mungkin saya tidak menangis. Saya dan suami tidur di hotel, karena saya baru operasi sehingga tidak memungkinkan menginap di ruang tunggu rumah sakit yang penuh sesak dengan penunggu pasien, dan kami pun tidak membawa apa-apa, hanya pakaian di badan. Selasa, 6 Oktober 2009. Sarah dipindah ke ruang anak, namun tetap dalam inkubator dengan selang infus dan NGT, juga selang pada anus untuk kontrol BABnya. Di ruang ini, Hari ini kami ditemukan dengan tim dokter yang akan mengoperasi Sarah. Sarah harus melalui serangkaian pemeriksaan lagi, tes lab, rontgen, dan sejak tadi malam Sarah puasa lagi, kali ini dengan waktu yang lebih panjang. Tapi tetap ASI saya yang diperas disimpan di dalam bank ASI jika suatu saat Sarah boleh minum. Malam harinya: seorang bayi perempuan dengan indikasi yang sama seperti Sarah, mulai menghuni inkubator di samping Sarah, namun kondisinya jauh lebih buruk dari Sarah ditambah melihat kondisi orang tuanya dan keluarga bayi itu yang tampaknya jauh dari berkecukupan. Rabu, 7 Oktober 2009. Masih menunggu hasil pemeriksaan lab, namun rontgen baru bisa dilakukan hari Kamis. Hari ini masih menemani Sarah bersama abi hingga jam 12 malam. Jam 01.00 malam, tidur di hotel, terkejut oleh dering hp yang ternyata dari perawat, saat itu jarum infus Sarah lepas. Jam 03.00 abi baru kembali lagi ke hotel setelah infus masih susah dipasang dan perlu waktu 2 jam pemasangan. Kamis, 8 Oktober 2009. Sarah menjalani rontgen. Setelah hasil rontgen dibaca oleh dokter bedah anak, kami diminta menandatangani surat persetujuan pelaksanaan operasi. Penjelasan dokter : usus Sarah yang bermasalah lumayan panjang, sehingga operasi memang harus dilakukan. Jum’at, 9 Oktober 2009. Jam 07.00 pagi. Sarah masuk ruang ODC paviliun Aster, jam 10.00 kami mengantar Sarah ke ruang operasi. Persiapan operasi telah selesai, Sarah digendong oleh perawat menuju kamar operasi, tinggal lah kami menunggu proses operasi selesai, tetap tanpa air mata kami menunggu hingga jam menunjukkakn pukul 11.00 siang. Hasbunallah wani’mal wakil, Alallohutawakkalna...... Jam 12.00 siang, Sarah didampingi abi dan perawat keluar dari lift lantai 2 ruang NICU setelah selesai operasi . Masuk inkubator NICU lagi, kali ini dibagian tubuh Sarah penuh kabel-kabel deteksi selain infus, juga NGT yang masih terpasang. Operasi telah selesai, hanya dokter mengisyaratkan pemantauan serius agar jangan sampai terjadi muntah berwarna hijau. Sabtu, 10 Oktober 2009. Masih puasa, Sarah ada muntah hijau, kami hanya berdoa semoga tidak terjadi apa-apa. Hari ini kecemasan agak terobati karena banyak sodara yang menjenguk dan ada teman serta sahabat karib. Hari ini terakhir bersama abi, besok minggu abi harus pulang ke kebun... kerja lagi.... tenang dan sabar ya bi, doakan ummi kuat dan sehat buat jaga Sarah sendiri . Ahad, 11 Oktober 2009. Sendiri saya menjaga Sarah..., seharian di rumah sakit, peras ASI, masukin Bank ASI,...alhamdulillah kakak saya menemani hingga pulang ke hotel jam 10 malam,besok pagi-pagi sekali ke rumah sakit lagi, Sarah harus ditemani. Senin, 12 Oktober 2009. Hari ini ada visite dokter, mencoba komunikasi dengan beliau tentang perkembangan Sarah. Sarah masih puasa, nangisnya paling kenceng diantara bayi-bayi yang lain, mungkin karena haus. Sarah ditempel empeng dimulutnya agar bisa lebih tenang, dan tidur lebih nyenyak. Sabar ya sayang, luka jahitnya harus kering dulu, baru Sarah boleh minum. Selasa, 13 Oktober 2009. Sarah sudah boleh minum, tetapi tetap dalam takaran dan dosis sedikit (1 pipet) per 5 jam. Gak papa ya nak, sabar, nanti pelan-pelan banyak kok dikasih minumnya. Rabu, 14 Oktober 2009. Sarah boleh minum agak banyak (1 pipet) per empat jam. Hari ini Sarah mulai diusulkan ke dokter anak untuk dibawa pulang. Kamis, 15 Oktober 2009. Jam 09.00 Sarah sudah boleh minum, belajar nete dengan ummi,..duh bahagianya . Hari ini Perawat juga mengajarkan cara memasang dan mengganti kantong kolostomi Sarah jika penuh. Gak papa ya nak, sabar, insyaAllah jika ummi cukup uang, kita akan operasi ke 2 bulan April 2010, Agar Sarah gak BAB lewat kolostomi lagi...Aamiin Alhamdulillah jam 17.00 kami boleh pulang ke rumah..... Catatan : Untuk Nanda : Siti Fatimah, (bayi perempuan dengan indikasi yang sama dengan Sarah)... Maafkan kami, tidak memiliki biaya yang cukup untuk membantumu operasi... Hingga terakhir Sarah dirawat di NICU, Fatimah tidak pernah masuk ruang NICU. Kabar yang kami dengar : orang tuamu tidak mau nenandatangani surat persetujuan operasi hingga kamu dibawa pulang nak, dan kamu anak ketujuh mereka,.... apakah sekarang kamu sehat nak ? ataukah Allah lebih senang kamu bersama bidadari di surga ? Dimanapun kamu berada, kami selalu berdoa untukmu, salam sayang kami (Sarah, Ummi dan abi). n...

Sabtu, 13 Juni 2009

GURUKU...

Pagi sekali sebelum kami datang
kau telah hadir dengan sepenggal senyuman
di pintu kelas,menyambutku &teman-teman

Guruku,kau pengganti &penyempurna belaian ayah bundaku
ketika aku dititipkan di sekolah.
menyentuh lembut setiap helaian rambut kami tanda cinta tanpa lelah

Guruku,tak juga jemu kau bayangkan satu per satu wajah kami
tak juga jemu kau sebut satu per satu nama kami dalam setiap doa&munajatmu diseparuh malam....
dengan pengharapan kami mendapat kemudahan paham ilmu yg kau berikan.

tangis sedihmu kala kami tak menurut nasihatmu,
kecemasan bila kami belum paham penjelasannu,
mengalahkan luapan emosi&amarahmu.
Maaf guruku,tanpa sadar kami melukaimu.

Guruku,motivasimu hadir setiap hari menemani langkahku,pengorbanan tak ada henti
tak berharap jasa&sanjungan
membimbing kami menapaki keajaiban rahasia tuhan.

terima kasih sungguh kami haturkan..

Selasa, 13 Mei 2008

IBUKU BERGELAR PROFESOR DR. KEHIDUPAN

IBUKU BERGELAR PROFESOR DR. KEHIDUPAN
(Penghargaan untuk semua “ibu” pada hari ibu 22 Desember)
Masihkah negara ini memperingatinya ?
Atau sudah terlupa ? ……..
Tapi “Ibu” ……
Kami anakmu
Tak kan lupa denganmu
Walaupun tak ada lagi hari istimewa untuk menghargaimu
Karena setiap hari adalah istimewa bila bersamamu
Sejak kita diciptakan Allah dari segumpal darah di dalam rahim seorang wanita yang selanjutnya kita panggil “ibu”. Sejak ibu tahu ada “sesuatu” yang berbeda di dalam tubuhnya, Ibu mulai menjaga makanannya, minumannya, aktivitasnya, demi keselamatan “sesuatu” yang ada di dalam tubuhnya itu.
Langkahnya mulai hati-hati, takkan dibiarkannya ia terjatuh, nafasnya mulai tersengal, rasa mual, bahkan muntah ia alami.
Tapi semua itu dihadapinya tanpa keluh, bahkan ia terima dengan senyum dan kebahagiaan karena sebentar lagi, “sesuatu” yang ada di dalam rahimnya itu akan keluar dan kelak akan memanggilnya “Ibu”.
Sejak ia tahu ada “sesuatu” dalam rahimnya, munajatnya semakin panjang, qiyamul lail (sholat malam)nya semakin sering dilakukan, ayat-ayat suci semakin sering ia lantunkan, hanya satu tujuannya : “sesuatu” yang ada dirahimnya itu kelak akan menjadi kebanggaan baginya dan membawanya ke syurga.
“Sesuatu” yang disebutnya BUAH HATI, tak lain dan tak bukan adalah anak yang sangat ia cintai. Anak itulah saya, anda, dan kita semua.
Pelajaran pertama telah kita dapatkan dari ibu selama kita di dalam kandungannya. Pelajaran kesabaran dalam menempuh hari-harinya dengan perut yang semakin membesar, pelajaran ketabahan dengan kondisi fisiknya yang berbeda dari biasanya, pelajaran cinta dengan selalu berhati-hati dan waspada karena khawatir melukai janinnya, pelajaran sholat, pelajaran mendengar lantunan ayat-ayat suci sudah kita terima sejak dari kandungannya.
Ketika tiba waktunya sembilan bulan sembilan hari, Ibu merasakan sakit yang luar biasa di rahimnya, karena “sesuatu” yang ingin segera keluar dari rahimnya itu. Bidan atau dokter sudah siap membantu persalinan, membantu “sesuatu” itu untuk keluar dari rahim ibu.
Nafas ibu sudah pendek-pendek, sakitnya semakin tak terkatakan. Bukaan satu…bukaan dua…., antar hidup dan mati perjuangannya, kalimat takbir ia kumandangkan untuk mengurangi rasa sakit dan menambah energi kekuatan, hingga akhirnya keluarlah tangis dari sesuatu itu. Dialah bayi yang senantiasa dinanti-nantinya, didoakannya.
Selama proses persalinan itu pelajaran kedua kita dapatkan dari ibu, pelajaran berjuang untuk tidak menyerah demi keselamatan seseorang yang sangat dikasihinya, pelajaran berkorban untuk orang lain, walaupun itu bisa menyebabkan kematian baginya.
Pelajaran ketiga kita dapati dari sejak munculnya kita ke dunia. Kita dimandikan, diajak berbicara, diberinya ASI, diberi makanan yang bergizi. Bila kita sakit, dihiburnya, dipeluknya untuk menenangkan kita, bahkan bila kita dengan tega menangis ditengah malam membangunkan tidurnya,, ia balas dengan usapan lembut dan tatapan kasih sayang. Itulah pelajaran ikhlas dan kelembutan.
Pelajaran keempat kita dapati saat kita mulai bisa duduk dan berjalan, dia ajarkan kita berjalan selangkah dua langkah hingga akhirnya kita bisa berlari dan memecahkan barang kesayangannya. Tapi, ibu tidak marah, hanya kalimat “hati-hati, nanti terinjak bisa luka!” yang keluar dari mulutnya.
Ketika kata perkata dapat kita ucapkan menirukannya, betapa bangganya ia disaat kita dapat mengucapkan kata “terima kasih, salam, mama, Allah” yang membuatnya tersenyum bahagia dan keluarlah doa dari mulutnya “anak pintar, anak cerdas, anak sholeh”.
Hingga kita mulai masuk sekolah, ia ajarkan pelajaran melakukan segala sesuatu sendiri, agar kita bisa mandiri tidak bergantung pada orang lain. Ketika kita menangis dihari pertama sekolah, ibu menghibur dan meyakinkan betapa menyenangkan berada di sekolah dengan teman-teman tanpa ditemani ibu. Pelajaran optimis telah kita dapatkan kala itu.
Pelajaran masih berlanjut hingga kita mulai berinteraksi dengan teman-teman sekolah, tetangga, dan guru. Ia beri pelajaran bekerjasama, mengalah dan mendoakan orang lain.
Tiba saat remaja, ia ajarkan pelajaran berbusana yang menutup aurat kita dengan baik tapi, saat remaja inilah, seringkali pelajaran-pelajaran dari ibu terbantahkan oleh jiwa muda kita yang labil dengan berkata “Ibu, itu kuno, itu ngga model”. Ibu semakin menunjukkan pelajaran sabarrnya menghadapai gejolak jiwa kita.
Bahkan kita sudah berani melanggar pelajaran menepati janji yang sudah diberikannya. Segala sesuatu yang kita pinta selalu dipenuhinya, tak sedikitpun ia ingkar janji, namun betapa sering pelajaran menghargai janji itu kita abaikan, pulang terlambat, membuatnya menunggu dengan gelisah dan khawatir akan terjadi sesuatu dengan kita. Oh, betapa sedihnya ibu.
Saat kita sudah lulus sekolah, ibu memberi lagi pelajaran kepercayaan dengan memilih sendiri tempat kuliah yang kita inginkan karena kita sudah dinilainya dewasa dan mengetahui apa yang terbaik untuk diri kita sendiri.
Demikian pula saat kita menikah, ibu berikan pelajaran tentang rumah tangga, cara merawat rumah, memperlakukan suami/isteri. Hingga kita memiliki anak. ia masih saja mengajarkan cara mengurus dan merawat anak seperti yang ia lakukan kepada kita.
Ah, betapa banyak pelajaran yang diberikan ibu kepada kita. Betapa saya tak sanggup menuliskan semua pelajaran yang ia berikan kepada kita dari kita dalam rahimnya hingga kita berumah tangga. Seperti sebuah ungkapan andaikan air laut itu adalah tinta, tak akan habis untuk menuliskan kebaikan dan ilmunya.
Betapa banyaknya kebaikan yang ia tanamkan kepada kita, sehingga sangatlah wajar ketika nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa orang yang harus kita hormati terlebih dahulu adalah “ibumu, ibumu, ibumu”.
Jika semua pelajaran yang ibu berikan dihargai dengan gelar akademis, mungkin gelar yang pantas untuknya adalah Profesor Dr. Kehidupan, karena ia adalah guru sepanjang hayat.
Di hari ibu ini, izinkan saya memberikan persembahan tulisan ini sebagai ucapan terimakasih atas pelajaran yang ibu berikan, pelajaran yang menjadi amal pahala yang tiada putus-putusnya.
Wahai malaikat Allah, tentu engkau tidak pernah lupa mencatat semua kebaikan Ibu. Ya Allah, perkenankan kami untuk mempersembahkan doa cinta kami untuk ibu dan mohon janjikan syurga untuknya karena sebanyak apapun pengorbanan kami untuknya, takkan pernah mampu menandingi pengorbanan yang diberikannya. Amin
Salah sayang untuk mama H. Siti Hamdanah Syahran.