Selasa, 13 Mei 2008

IBUKU BERGELAR PROFESOR DR. KEHIDUPAN

IBUKU BERGELAR PROFESOR DR. KEHIDUPAN
(Penghargaan untuk semua “ibu” pada hari ibu 22 Desember)
Masihkah negara ini memperingatinya ?
Atau sudah terlupa ? ……..
Tapi “Ibu” ……
Kami anakmu
Tak kan lupa denganmu
Walaupun tak ada lagi hari istimewa untuk menghargaimu
Karena setiap hari adalah istimewa bila bersamamu
Sejak kita diciptakan Allah dari segumpal darah di dalam rahim seorang wanita yang selanjutnya kita panggil “ibu”. Sejak ibu tahu ada “sesuatu” yang berbeda di dalam tubuhnya, Ibu mulai menjaga makanannya, minumannya, aktivitasnya, demi keselamatan “sesuatu” yang ada di dalam tubuhnya itu.
Langkahnya mulai hati-hati, takkan dibiarkannya ia terjatuh, nafasnya mulai tersengal, rasa mual, bahkan muntah ia alami.
Tapi semua itu dihadapinya tanpa keluh, bahkan ia terima dengan senyum dan kebahagiaan karena sebentar lagi, “sesuatu” yang ada di dalam rahimnya itu akan keluar dan kelak akan memanggilnya “Ibu”.
Sejak ia tahu ada “sesuatu” dalam rahimnya, munajatnya semakin panjang, qiyamul lail (sholat malam)nya semakin sering dilakukan, ayat-ayat suci semakin sering ia lantunkan, hanya satu tujuannya : “sesuatu” yang ada dirahimnya itu kelak akan menjadi kebanggaan baginya dan membawanya ke syurga.
“Sesuatu” yang disebutnya BUAH HATI, tak lain dan tak bukan adalah anak yang sangat ia cintai. Anak itulah saya, anda, dan kita semua.
Pelajaran pertama telah kita dapatkan dari ibu selama kita di dalam kandungannya. Pelajaran kesabaran dalam menempuh hari-harinya dengan perut yang semakin membesar, pelajaran ketabahan dengan kondisi fisiknya yang berbeda dari biasanya, pelajaran cinta dengan selalu berhati-hati dan waspada karena khawatir melukai janinnya, pelajaran sholat, pelajaran mendengar lantunan ayat-ayat suci sudah kita terima sejak dari kandungannya.
Ketika tiba waktunya sembilan bulan sembilan hari, Ibu merasakan sakit yang luar biasa di rahimnya, karena “sesuatu” yang ingin segera keluar dari rahimnya itu. Bidan atau dokter sudah siap membantu persalinan, membantu “sesuatu” itu untuk keluar dari rahim ibu.
Nafas ibu sudah pendek-pendek, sakitnya semakin tak terkatakan. Bukaan satu…bukaan dua…., antar hidup dan mati perjuangannya, kalimat takbir ia kumandangkan untuk mengurangi rasa sakit dan menambah energi kekuatan, hingga akhirnya keluarlah tangis dari sesuatu itu. Dialah bayi yang senantiasa dinanti-nantinya, didoakannya.
Selama proses persalinan itu pelajaran kedua kita dapatkan dari ibu, pelajaran berjuang untuk tidak menyerah demi keselamatan seseorang yang sangat dikasihinya, pelajaran berkorban untuk orang lain, walaupun itu bisa menyebabkan kematian baginya.
Pelajaran ketiga kita dapati dari sejak munculnya kita ke dunia. Kita dimandikan, diajak berbicara, diberinya ASI, diberi makanan yang bergizi. Bila kita sakit, dihiburnya, dipeluknya untuk menenangkan kita, bahkan bila kita dengan tega menangis ditengah malam membangunkan tidurnya,, ia balas dengan usapan lembut dan tatapan kasih sayang. Itulah pelajaran ikhlas dan kelembutan.
Pelajaran keempat kita dapati saat kita mulai bisa duduk dan berjalan, dia ajarkan kita berjalan selangkah dua langkah hingga akhirnya kita bisa berlari dan memecahkan barang kesayangannya. Tapi, ibu tidak marah, hanya kalimat “hati-hati, nanti terinjak bisa luka!” yang keluar dari mulutnya.
Ketika kata perkata dapat kita ucapkan menirukannya, betapa bangganya ia disaat kita dapat mengucapkan kata “terima kasih, salam, mama, Allah” yang membuatnya tersenyum bahagia dan keluarlah doa dari mulutnya “anak pintar, anak cerdas, anak sholeh”.
Hingga kita mulai masuk sekolah, ia ajarkan pelajaran melakukan segala sesuatu sendiri, agar kita bisa mandiri tidak bergantung pada orang lain. Ketika kita menangis dihari pertama sekolah, ibu menghibur dan meyakinkan betapa menyenangkan berada di sekolah dengan teman-teman tanpa ditemani ibu. Pelajaran optimis telah kita dapatkan kala itu.
Pelajaran masih berlanjut hingga kita mulai berinteraksi dengan teman-teman sekolah, tetangga, dan guru. Ia beri pelajaran bekerjasama, mengalah dan mendoakan orang lain.
Tiba saat remaja, ia ajarkan pelajaran berbusana yang menutup aurat kita dengan baik tapi, saat remaja inilah, seringkali pelajaran-pelajaran dari ibu terbantahkan oleh jiwa muda kita yang labil dengan berkata “Ibu, itu kuno, itu ngga model”. Ibu semakin menunjukkan pelajaran sabarrnya menghadapai gejolak jiwa kita.
Bahkan kita sudah berani melanggar pelajaran menepati janji yang sudah diberikannya. Segala sesuatu yang kita pinta selalu dipenuhinya, tak sedikitpun ia ingkar janji, namun betapa sering pelajaran menghargai janji itu kita abaikan, pulang terlambat, membuatnya menunggu dengan gelisah dan khawatir akan terjadi sesuatu dengan kita. Oh, betapa sedihnya ibu.
Saat kita sudah lulus sekolah, ibu memberi lagi pelajaran kepercayaan dengan memilih sendiri tempat kuliah yang kita inginkan karena kita sudah dinilainya dewasa dan mengetahui apa yang terbaik untuk diri kita sendiri.
Demikian pula saat kita menikah, ibu berikan pelajaran tentang rumah tangga, cara merawat rumah, memperlakukan suami/isteri. Hingga kita memiliki anak. ia masih saja mengajarkan cara mengurus dan merawat anak seperti yang ia lakukan kepada kita.
Ah, betapa banyak pelajaran yang diberikan ibu kepada kita. Betapa saya tak sanggup menuliskan semua pelajaran yang ia berikan kepada kita dari kita dalam rahimnya hingga kita berumah tangga. Seperti sebuah ungkapan andaikan air laut itu adalah tinta, tak akan habis untuk menuliskan kebaikan dan ilmunya.
Betapa banyaknya kebaikan yang ia tanamkan kepada kita, sehingga sangatlah wajar ketika nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa orang yang harus kita hormati terlebih dahulu adalah “ibumu, ibumu, ibumu”.
Jika semua pelajaran yang ibu berikan dihargai dengan gelar akademis, mungkin gelar yang pantas untuknya adalah Profesor Dr. Kehidupan, karena ia adalah guru sepanjang hayat.
Di hari ibu ini, izinkan saya memberikan persembahan tulisan ini sebagai ucapan terimakasih atas pelajaran yang ibu berikan, pelajaran yang menjadi amal pahala yang tiada putus-putusnya.
Wahai malaikat Allah, tentu engkau tidak pernah lupa mencatat semua kebaikan Ibu. Ya Allah, perkenankan kami untuk mempersembahkan doa cinta kami untuk ibu dan mohon janjikan syurga untuknya karena sebanyak apapun pengorbanan kami untuknya, takkan pernah mampu menandingi pengorbanan yang diberikannya. Amin
Salah sayang untuk mama H. Siti Hamdanah Syahran.